FOTO KEGIATAN



Minggu, 27 Maret 2011

GeRAK Laporkan Dugaan Korupsi Irwandi ke KPK

Banda Aceh-Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Indonesia melaporkan temuan dugaan korupsi pada proyek APBD 2009 yang melibatkan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf senilai Rp Rp490.412.384.490 ke Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK).

Selain orang nomor satu di Provinsi Aceh ini, kata Menurut Presidium GeRAK Indonesia, Akhiruddin Mahjuddin, SE, selian melibatkan Gubernur Irwandi Yusuf, juga terkait Sayed Fuad Zakaria selaku mantan Ketua DPRA periode 2004-2009 dan Saat ini sebagai Anggota DPR-RI Periode 2009-2014 dari Partai Golkar, dan Hasbi Abdullah sebagai Ketua DPRA masa Periode 2009-2014.


Ketika dihubungi, Jumat (25/3), Akhiruddin Mahjuddin menyebutkan, sejak kemarin pihaknya telah berada di Jakarta guna membeberkan temuan tersebut ke KPK. GeRAK diterima langsung Deputi Pengaduan Masyarakat, Bintoro, dan Penasehat KPK Said Zaenal Abidin.

Namun, setelah beberapa hari melaporkan tiga pejabat dan orang penting di Aceh, pihaknya mengakui belum menerima jawaban dari KPK atas laporan temuan tersebut. Diungkapkan, tahun 2009 Pemerintah Aceh menganggarkan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp82.600.000.000,- dengan realisasi sebesar Rp572.012.384.490,atau 692.51 persen dari total anggaran disetujui dalam APBA.

Realisasi meliputi penyertaaan modal Pemerintah Aceh sebesar Rp81.600.000.000,- dan pembayaran kegiatan lanjutan pada 12 SKPA (satuan kerja perangkat Aceh) sebesar Rp490.412.384.490,- yang merupakan pembayaran atas kontrak-kontrak pekerjaan tahun 2008 yang sisanya belum diselesaikan.

Lalu, jelasnya, berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan hasil audit BPK-RI atas APBA tahun anggaran 2009 terhadap dokumen pendukung pengeluaran pembiayaan diketahui bahwa pembayaran kegiatan lanjutan tahun anggaran TA 2008 yang belum selesai karena alasan force majeur sebesar Rp490.412.384.490,- dilaksanakan dalam dua tahapan masing-masing sebesar Rp140.283.411.828 dan Rp431.116.060.237,-.

Pada Tahap I, Gubernur Aceh menerbitkan surat No. 050/55576 tanggal 21 Agustus 2009 perihal Daftar kegiatan APBA TA 2008 sebagai dasar dokumen pelaksanaan anggaran lanjutan (DPA-L) TA 2009 sebesar Rp141.704.348.878,- disetujui DPRA sesuai surat ketua DPRA No.050/2651 tanggal 31 Agustus 2009 sebesar Rp140.283.411.828. Persetujuan DPRA tersebut menjadi dasar pengesahan DPA-L tahap 1 yang disahkan tanggal 28 Oktober 2009.

Tahap II, Gubernur Aceh menerbitkan surat No. 050/62799 tanggal 4 November 2009 perihal sebagaimana tersebut di atas sebesar Rp527.502.472.179,- disetujui DPRA sesuai surat ketua DPRA No 050/3692 tanggal 29 Desember 2009 sebesar Rp431.116.060.237,- persetujuan DPRA tersebut menjadi dasar pengesahan DPA-L tahap II yang disahkan tanggal 29 Desember 2009.

Anehnya, tambah Akhiruddin Mahjuddin, kedua tahapan pembayaran kegiatan lanjutan tidak dianggarkan dalam APBA maupun APBA-P TA 2009, dan realisasi pembayaran disajikan dalam pos pengeluaran pembiayaan.
Kemudian, pada 21 Agustus 2009 Gubernur Aceh kembali menerbitkan surat No.050/55576 perihal Daftar Kegiatan APBA TA 2008 sebagai dasar dokumen pelaksanaan anggaran lanjutan (DPA-L) TA 2009 sebesar Rp141.704.348.878,00 yang disetujui oleh Ketua DPRA atau disebut sebagai DPA-L tahap I.

Dan, tanggal 31 Agustus 2009 sesuai surat ketua DPRA No.050/2651 mengeluarkan surat untuk persetujuan anggaran sebesar Rp140.283.411.828 yang ditandatangani oleh ketua DPRA, dan surat tersebut sekaligus menjadi dasar pengesahan DPA-L tahap I yang disahkan pada tanggal 28 Oktober 2009.

Selanjutnya pada 3 September 2009, rekomendasi DPRA terhadap LKPJ Gubernur Aceh tahun 2008 menyebutkan adanya pekerjaan dilakukan melalui penunjukan langsung, di mana syarat tidak sesuai dengan kepres 80 tahun 2003 juga ada SKPA menerbitkan SPMK yang kemudian tidak diusulkan anggaranya pada tahun 2009 pada hal volume kerja telah dilaksanakan 100 persen oleh pihak ketiga di lapangan.

Sementara ada pekerjaan lain dilaksanakan pihak ketiga dengan mendasari pada kontrak ditanda tangani SKPA diluar tahun buku anggaran berjalan. Lalu, tanggal 4 November 2009 Gubernur Aceh menerbitkan surat No. 050/62799 perihal tentang permohonan DPA-L tahap II sebesar Rp527.502.472.179,-.

Tanggal 29 Desember 2009 sesuai surat ketua DPRA No 050/3692 menerbitkan surat persetujuan DPRA atas pengesahan DPA-L tahap II sebesar Rp431.116.060.237, disahkan tanggal 29 Desember 2009 tersebut menjadi dasar pelaksanaan DPA-L.

Bahkan, pada 18 Juni 2010 Laporan Keuangan Pemerintah Aceh tahun 2009 mengenai realisasi anggaran halaman 9 poin 3.2.2 pembayaran kegiatan lanjutan , tidak dianggarkan. Tetapi realisasi tercantum Rp 490.412.384.490. Diperjelas dalam dokumen ini pada halaman 44 sampai 45 poin 5.1.3 yang menjelaskan terjadi pembayaran kegiatan lanjutan tahun 2008 sebesar Rp 490.412.384.490,- dari pos pengeluaran pembiayaan.

Tidak Sesuai Kepres
Pihaknya melihat kalau rekomendasi DPRA terhadap LKPJ Gubernur Aceh tahun 2008, menyebutkan adanya pekerjaan dilakukan melalui penunjukan langsung. Hal ini tidak sesuai Kepres 80 tahun 2003 Pasal 17 ayat (1) Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan / jasa lainya , pada prinsipnya dilakukan metoda pelelangan umum.

Kemudian, penggunaan anggaran bersumber dari pos pembiayaan yang tidak ditetapkan dalam APBA. Dan hal ini tidak sesuai UU No 32 tentang Pemerintah Daerah pasal 172 ayat 4 Dalam hal APBD diperkirakan defisit, dapat didanai dari sumber pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam perda tentang APBD.

Dia bilang, PPTK dan Bendahara Dinas Pendidikan serta Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk dalam melakukan pembayaran tidak mentaati ketentuan yang berlaku.Kepala dinas Pendidikan serta dinas tenaga kerja dan mobilitas penduduk lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian.

Berdasarkan hal tersebut, GeRAK Indonesia, mendesak kasus ini, segera ditindaklanjuti dan di proses sesuai hukum. Pengusutan harus dilakukan secara tuntas dan transparan. Serta, upaya pengusutan kasus ini adalah merupakan sebuah konsekwensi dari hukum tentang upaya penyelamatan aset dan uang Negara.

Bagaimanapun, pihaknya menilai akibat ketidak disiplinan dalam pengelolaan keuangan yang dilakukan pemerintah Aceh dan pembayaran atas dokumen pengelolaan anggaran lanjutan (DPA-L) tahap I dan II berpotensi terjadi tindak pidana korupsi dan merugikan keuangan negara sebesar Rp490.412.384.490,. Potensi kerugian daerah atas pembayaran yang tidak sesuai ketentuan kontrak minimal sebesar Rp.1.906.480.850.

Sayangnya, ketika hal tersebut dikonfirmasikan kepada Kabiro Hukum dan Humasy Setdaprov Aceh, Makmur Syahputra, tak mengangkat ponsenya. Selanjutnya wartawan Rakyat Aceh memberikan pesan singkat berisikan tanggapan pihak Pemprov Aceh tentang temuan dan laporan LSM GeRAK Indonesia ke KPK dugaan korupsi Gubernur Aceh Irwandi Yusuf senilai Rp 490 miliar. Hanya saja, hingga pukul 17 WIB, Kabiro Hukum dan Humasy Pemprov Aceh tak juga memberikan balasan. (ian)
Sumber : www.rakyataceh.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar