FOTO KEGIATAN



Jumat, 10 Desember 2010

Aceh Jadi ‘Surga’ Para Koruptor

Refleksi Hari Antikorupsi se-Dunia

Kajati Klaim Selamatkan Uang Negara Rp 11 M





BANDA ACEH - Provinsi Aceh sepertinya masih menjadi “surga” bagi para koruptor. Setidaknya dalam rentang waktu dua tahun terakhir, 2009-2010 tercatat telah terjadi 122 kasus tindak pidana korupsi dalam wilayah hukum di provinsi berjulukan Serambi Mekkah ini.

Ironisnya, selama rentang waktu itu pula ada 13 terdakwa korupsi yang divonis bebas dan lima tersangka yang sudah mendekam di tahanan juga dikeluarkan atas perintah Pengadilan Tinggi Aceh. “Ini fenomena yang sangat ironis,” kata Plt Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani.

Hal itu dikatakannya dalam diskusi refleksi Hari Antikorupsi se-Dunia di Sekretariat GeRAK, di Jl Prada Utama, Kecamatan Syiah Kuala, Kamis (9/12). Dalam diskusi itu juga turut hadir Wakil Direktur Reserse dan Kriminal Polda Aceh AKBP Dedy Setyo Yudho P SH SST MK, Hasballah (BPKP Aceh), Miswar Fuady (TAKPA), akademisi Unsyiah Saifuddin Bantasyam SH MA, dan H Sjamsul Kahar, wartawan senior yang juga Pemimpin Umum Harian Serambi Indonesia.

Menurut Askal, jika dibandingkan sebelumnya, tingkat korupsi di Aceh pada 2009-2010 jauh lebih tinggi, seiring meningkatnya anggaran APBA yang mencapai Rp 6-7 triliun lebih per tahun. “Potensi korupsi di Aceh jauh lebih meningkat dibadingkan pada saat Aceh dalam kondisi ‘miskin’,” katanya.

Disebutkan berdasarkan hasil monitoring GeRAK, ke-122 kasus korupsi tersebut ditangani di berbagai tingkatan penegak hukum. Mulai Polres, Polda, Kajari dan Kajati. Hasil monitoring tersebut juga mengungkapkan, ada 16 kasus korupsi yang divonis bebas pengadilan di seluruh Aceh selama tahun 2007-2010.

 Kompleksitas perkara
Wakil Direktur Reserse dan Kriminal Polda AKBP Dedy Setyo Yudho juga memaparkan kinerja Polda Aceh dalam menangani berbagai kasus korupsi di Polda. Dia menyebutkan, kompleksitas perkara sering memerlukan pengetahuan penyidik yang komprehensif.

Dari rincian kasus yang ditangani Polda, kata Dedy, dari 7 kasus pada 2010, baru satu yang diselesaikan dengan jumlah uang yang berhasil diselamatkan Rp 3 miliar lebih. “Polisi saat ini juga kesulitan dalam mengungkap kasus korupsi karena faktor SDM dan jumlah penyidik yang minim,” katanya.

Sementara itu, Miswar Fuady dari Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) menyebutkan, pihaknya telah menyerahkan tiga laporan dugaan korupsi dana Otsus kepada Polda Aceh. Yakni pemalsuan tanda tangan pengamprahan dana pembangunan jalan Paya Ilang-Paya Tumpi, Takengon, Aceh Tengah 2009 senilai Rp 5,8 M.

Selanjutnya, pengadaan bibit kelapa sawit unggul di Nagan Raya 2009 senilai Rp 5,9 miliar dan dugaan korupsi pengadaan 2 juta bibit kopi di Bener Meriah 2009 senilai Rp 7,6 M. “Kami berharap Polda bisa menindaklanjutinya. Data dan bukti dari kasus ini juga sudah kita laporkan ke KPK,” tegas Wiswar.

Sementara itu, akademisi Unsyiah Saifuddin Bantasyam menegaskan pemberantasan korupsi sulit dilakukan jika tidak ada keseriusan pemerintah. Kondisi ini diperparah lagi kultur masyarakat yang permisif pada perilaku korup. “Jika ingin berhasil dalam memberantas korupsi, maka keseriusan mutlak harus ditunjukkan. Perilaku korup dalam diri aparat penegak hukum juga harus diberantas,” ujarnya.

Putuskan 22 perkara
Sementara itu Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Muhammad Yusni MH mengajak jajarannya berperan sebagai “sapu yang bersih” agar benar-benar bisa membersihkan lokasi sekotor apa pun. “Kita tidak mungkin membersihkan suatu tempat dengan sapu kotor. Oleh karenanya, kita harus menjadi sapu yang bersih untuk selamalamanya,” imbau Kajati Muhammad Yusni dalam acara media gathering di Ruang Rapat Kejati Aceh, Kamis (8/12) pagi.

Hadir dalam kesempatan itu para Asisten Kajati dan sejumlah wartawan cetak dan elektronik. Sebelumnya, Kajati memimpin upacara peringatan Hari Antikorupsi di halaman kantornya. Peserta upacara, selain personel Kantor Kajati Aceh, juga insan Adhyaksa dari Kejari Banda Aceh dan Kota Jantho. “Kita undang yang terdekat untuk meramaikan suasana kantor yang pekarangannya sangat luas ini,” ujarnya.

Dalam penjelasannya kepada wartawan, Kajati menyebutkan bahwa di jajaran Kejati Aceh tahun ini tercatat 52 kasus korupsi yang sedang dalam tahap penyidikan. Sebanyak 19 kasus di antaranya berasal dari penyidik Polri.

Sedangkan yang dalam tahap penuntutan, tercatat 53 perkara. Sebanyak 22 perkara di antaranya sudah diputus. “Kita juga selamatkan uang pengganti Rp 38,5 miliar. Sedangkan uang negara yang berhasil diselamatkan di Aceh tahun ini mencapai Rp 11 miliar dari target Rp 25 miliar,” sebutnya.

Kajati menilai, faktor pendidikan berpengaruh besar membentuk kepribadian seseorang. Oleh karenanya, ia ingin tumbuh banyak generasi jujur di Aceh. Untuk itu, tahun depan akan dibangun kantin-kantin kejujuran yang dimulai pada sejumlah SMP dan SMA di Banda Aceh, bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Aceh.

“Korupsi awalnya dimulai dari sikap tidak jujur sejak kecil. Jadi, sikap kejujuran ini yang ingin kita tumbuhkan di kalangan generasi muda kita sejak dini. Banyak manfaatnya kalau kita berlatih jujur sejak kecil,” kata Muhammad Yusni.(sar/dik/her/sup) 
 
Sumber; www.serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar